Kopi atau Air Putih
Manusia disebut dg zoon-politicon yg berarti hewan yg bermasyarakat, menurut aristoteles. Sedang kan menurut adam smith, manusia berarti homo homini socius yg berarti manusia merupakan sahabat bagi manusia lainnya. Ada lagi manusia menurut thomas hobbes, yaitu homini lupus yg berarti manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya.
Begitu banyak arti kata manusia, akan tetapi manusia seperti apa yg benar" dikatakan manusia ?
Ketika setiap individu ditanya perihal itu, tentu mereka akan menjawab; saya manusia, manusia itu saya, kamu dan saya adalah manusia, kita adalah manusia. Tidak ada yg salah dalam hal itu, namun kurang tepat ketika ada sebutan tanpa sebuah makna penghayatan dan penerapan.
Belakangan ini, kita dihadapkan dg persoalan yg menurut kami (penulis) merupakan hal yg remeh, receh, klasik. Betapa tidak, suatu persoalan yg berawal dari hal yg sederhana, begitu dibesar"kan hingga menjadi suatu persoalan yg rumit.
Terlebih, kita (yg ruwet itu) seakan tak pernah berkaca-intropeksi diri. apakah pernyataan, perbuatan, kelakuan yg sudah dilakukan benar dg arti sebenar-nya. Sudahkah melihat lebih dalam, siapa lawan? Siapa kawan?
Kita merasa bahwa itu salah menurut kita, tapi belum merasa bahwa itu benar menurut dia atau mereka.
Sebuah perkataan seorang sahabat,
" jangan memutuskan suatu perkara, ketika sedang marah / dalam keadaan emosi ! "
Ketika itu, saya sedang mencoba menikmati seduhan kopi yg teramat legendaris di lingkungan pondok tebuireng (kopi bm: sebutan para santri kala ingin mengopi)
Lalu diantara kita memesan beberapa dg selera mereka masing".
Kemudian kita beranggapan, bahwa manusia itu seperti yg apa yg dipesan saat itu.
Ya seperti itulah ragam manusia. Diantara pesanan itu :
1. Gelas bening, berisi kopi
2. Gelas gak bening, berisi kopi
3. Gelas bening, berisi air putih
4. Gelas gak bening, berisi air putih
Harrold Lasswell seorang pakar komunikasi menyatakan,
" Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect "
(Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
Maka seyogyanya, tentukan terlebih dahulu kepada siapa kita melakukan sebuah hubungan komunikasi sehingga tercipta suatu keharmonisan, keserasian perihal itu.
" Perihal selera, memang tak bisa diperdebatkan: De gustibus non est disputandum ".
Kayak aku yg tertawan oleh senyumu wkwk :v
Tebuireng, 16/12/19
Sekian ketidak-jelasan ini.
Begitu banyak arti kata manusia, akan tetapi manusia seperti apa yg benar" dikatakan manusia ?
Ketika setiap individu ditanya perihal itu, tentu mereka akan menjawab; saya manusia, manusia itu saya, kamu dan saya adalah manusia, kita adalah manusia. Tidak ada yg salah dalam hal itu, namun kurang tepat ketika ada sebutan tanpa sebuah makna penghayatan dan penerapan.
Belakangan ini, kita dihadapkan dg persoalan yg menurut kami (penulis) merupakan hal yg remeh, receh, klasik. Betapa tidak, suatu persoalan yg berawal dari hal yg sederhana, begitu dibesar"kan hingga menjadi suatu persoalan yg rumit.
Terlebih, kita (yg ruwet itu) seakan tak pernah berkaca-intropeksi diri. apakah pernyataan, perbuatan, kelakuan yg sudah dilakukan benar dg arti sebenar-nya. Sudahkah melihat lebih dalam, siapa lawan? Siapa kawan?
Kita merasa bahwa itu salah menurut kita, tapi belum merasa bahwa itu benar menurut dia atau mereka.
Sebuah perkataan seorang sahabat,
" jangan memutuskan suatu perkara, ketika sedang marah / dalam keadaan emosi ! "
Ketika itu, saya sedang mencoba menikmati seduhan kopi yg teramat legendaris di lingkungan pondok tebuireng (kopi bm: sebutan para santri kala ingin mengopi)
Lalu diantara kita memesan beberapa dg selera mereka masing".
Kemudian kita beranggapan, bahwa manusia itu seperti yg apa yg dipesan saat itu.
Ya seperti itulah ragam manusia. Diantara pesanan itu :
1. Gelas bening, berisi kopi
2. Gelas gak bening, berisi kopi
3. Gelas bening, berisi air putih
4. Gelas gak bening, berisi air putih
Harrold Lasswell seorang pakar komunikasi menyatakan,
" Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect "
(Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
Maka seyogyanya, tentukan terlebih dahulu kepada siapa kita melakukan sebuah hubungan komunikasi sehingga tercipta suatu keharmonisan, keserasian perihal itu.
" Perihal selera, memang tak bisa diperdebatkan: De gustibus non est disputandum ".
Kayak aku yg tertawan oleh senyumu wkwk :v
Tebuireng, 16/12/19
Sekian ketidak-jelasan ini.
Comments
Post a Comment